WELCOME

Myspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace Layouts Myspace LayoutsMyspace Layouts Myspace LayoutsMyspace Layouts Myspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace Layouts
Myspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace LayoutsMyspace Layouts

Senin, 26 September 2011

Identitas Nasional (suku samin)

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.Jadi, Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Identitas Nasional Indonesia meliputi segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Indonesia terdiri atas berbagai macam suku yang merupakan identitas nasional. Suku- suku tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke. Di Jawa sendiri terdapat berbagai macam suku salah satunya suku Samin yang masih ada sampai sekarang. Suku Samin banyak dibicarakan atau dianggap memiliki citra yang buruk di mata masyarakat yang dianggap sebagai kelompok orang yang tidak jujur. Pada kenyataannya, orang Samin adalah orang yang baik dan jujur hanya saja mereka menolak adanya ajaran baru sehingga dianggap kolot atau kuno.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal usul munculnya ajaran Samin?
2. Bagaimana dan seperti apa ajaran Samin?
3. Bagaimana riwayat hidup Samin?
4. Bagaimana tata cara dan adat istiadat suku Samin?


C. Tujuan
1. Mengetahui asal usul munculnya suku Samin.
2. Mengetahui apa saja yang ada dalam ajaran Samin.
3. Mengetahui tata cara dan adat istiadat dalam suku Samin.

D. Manfaat
Memberikan pandangan, gambaran, dan pengetahuan mengenai asal usul, ajaran serta tata cara dan adat istiadat yang ada pada suku Samin. Membuka pandangan baru dari anggapan lama mengenai Suku Samin.



BAB II
PEMBAHASAN


1. Ajaran Samin
Ajaran Samin muncul sebagai reaksi dari penolakan terhadap budaya kolonial belanda dan kapitalisme. Ajaran Samin disebarkan oleh Samin Surosentiko (1859-1914). Otak intelektual gerakan Saminisme adalah Raden Surowijoyo. Pengetahuan intelektual Kyai Samin di dapat dari ayahanda, yaitu anak dari pangeran Kusumaniayu (Bupati Sumoroto, yaitu kawasan distrik pada kabupaten Tulungagung Jawatimur). Lelaki kelahiran tahun 1859 di Ploso ini sejak dini dijejali dengan pandangan-pandangan viguratif pewayangan yang mengagungkan tapabrata, gemar prihatin, suka mengalah (demi kemenangan akhir) dan mencintai keadilan. Beranjak dewasa, dia terpukul melihat realitas yang terjadi, dimana banyaknya nasib rakyat yang sengsara, dimana Belanda pada saat itu sangat rajin melakukan privatisasi hutan jati dan mewajibkan rakyat untuk membayar pajak. Pada saat itulah, Raden Surowijoyo melakukan perampokan pada keluarga kaya dan hasilnya dibagi-bagi kepada fakir miskin. Dia juga menghimpun para brandalan di Rajegwesi dan Kanner yang dikemudian hari menyusahkan pihak Gupermen. Pada saat itulah, Kyai keturunan bangsawan ini dikenal oleh masyarkat kecil dengan sebutan Kyai Samin yang berasal dari kata “sami-sami amin” yang artinya rakyat sama-sama setuju ketika Raden Surawijoyo melakukan langkah membrandalkan diri untuk membiayai pembangunan unit masyarakat miskin. Kyai Samin Surosantiko tidak hanya melakukan gerakan agresif revolusioner, dia juga melakukan ekspansi gagasan dan pengetahuan sebagai bentuk pendekatan transintelektual kaum tertindas (petani rakyat jelata) dengan cara ceramah dipendopo-pendopo pemerintahan desa. Isi dari ceramah ini yaitu keinginan membangun kerajaan Amartapura. Adapun pesan substantif yang didengung-dengungkan yaitu meliputi; jatmiko (bijaksana) dalam kehendak, ibadah, mawas diri, mengatasi bencana alam dan selalu berpegangan akan budi pekerti.
Namun akhir pergerakan dari Kyai Samin Surosantiko di cekal oleh Belanda dan dibuang di Tanah Lunto pada tahun 1914, yang belum sempat mengaktualisasikan seluruh ide-idenya. Bukan hanya otak pergerakannya, bahkan kitab orang Samin yang ditulisnya juga di sita yang berjudul Serat Jamus Kalimasada, demikian pula dengan kitab-kitab pandom kehidupan orang-orang Samin. Kyai Samin Surosantiko merupakan generasi Samin Anom yang melanjutkan gerakan dari sang Ayah yang disebut sebagai Samin Sepuh. Sehingga masa kepemimpinannya, ajaran Saminisme terbagai dalam dua sekte, yaitu sekte Samin Sepuh dan sekte Samin Anom. Siklus kepemimpinan ini secara mati-matian berusaha menciptakan masyarakat yang bersahaja lahir dan batin. Kyai Samin memiliki sikap puritan, dia bukanlah petani biasa, namun dia adalah cucu dari seorang pangeran. Kyai Samin adalah orang yang gigih dalam menggoreskan kalam untuk membagun insan kamil dengan latar belakang ekonomi yang mapan.
Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan Saminisme; pertama, gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang system feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung; kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok; dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Kartodirjo, gerakan Samin adalah sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.
Ajaran Samin bersumber dari agama Hidhu-Dharma. Beberapa sempalan ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran). Secara historis ajaran Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh ajaran ke-Islaman yang berasal dari ajaran Syeh Siti Jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga patut di catat bahwa orang Samin merupakan bagian masyarakat yang berbudaya dan religius.
Daerah persebaran ajaran Samin menurut Sastroatmodjo (2003) diantaranya di Tapelan (bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunngsegara (Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan). Ajaran di beberapa daerah ini merupakan sebuah gerakan meditasi dan mengerahkan kekuatan batiniah guna menguasai hawa nafsu.
Sebab perlawaan orang Samin sebenarnya merefleksikan kejengkelan penguasa pribumi setempat dalam menjalankan pemerintahan di Randublatung. Tindakan perlawanan ini dalam bentuk gerakan mogok membayar pajak, mengambil pohon kayu di hutan semaunya, bepergian tanpa membayar karcis kereta dan sebagainya. Perbuatan di atas membuat Belanda geram dan meyinggung banyak pihak yang menimbulkan kontradiksi yang tak kunjung padam dan membara.
Pandangan orang Samin terhadap pemimpinnya sampai saat ini masih mengakui bahwa Kyai Samin tidak pernah mati, Kyai Samin hanya mokhsa yang menjadi penghuni kaswargan. Tokoh ini dimitoskan secara fanantik, bahkan pada momentum perayaan upacara rasulan dan mauludan sebagai ajang untuk mengenang kepahlawanan Kyai Samin. Setiap pemuka masyarakat Samin selalu berbegangan sejenis primbon (kepek) yang mengatur kehidupan luas, kebijaksanaan, petunjuk dasar ketuhanan, tata pergaulan muda-mudi, remaja, dewasa dan antarwarga Samin .
Suku Samin juga mengalami perkembangan dalam hal kepercayaan dan tata cara hidup. Kawasan daerah Pati dan Brebes, terdapat sempalan Samin yang disebut Samin Jaba dan Samin Anyar yang telah meninggalkan tatacara hidup Samin dahulu. Selain itu, di Klapa Duwur (Blora) Purwosari (Cepu), dan Mentora (Tuban) dikenal wong sikep, mereka ini dulunya fanatik, tapi kini meninggalkan arahan dasar dan memilih agama formal, yakni Budha-Dharma.
Beberapa pikiran orang Samin diantaranya; menguasai adanya kekuasaan tertinggi (sang Hyang Adi budha), ramah dan belas kasih terhadap sesama mahluk, tidak terikat kepada barang-barang dunia-kegembiraan-dan kesejahteraan, serta memelihara keseimbangan batin dikalangan antar warga. Orang Samin dengan jelas mencita-citakan membangun negara asli pribumi, yang bebas dari campur tangan orang kulit putih, tiada dominasi barat satupun. Ajaran politik yang dikenakan pada suku Samin yaitu cinta dan setia kepada amanat leluhur, kearifan tua, cinta dan hormat akan pemerintahan yang dianggap sebagai orang tua dan sesepuh rohani, hormat dan setia pada dunia intelektual.

2. Konsep ajaran Samin
Pengikut ajaran samin disebut wong sikep. Wong Sikep dari bahasa Jawa, berarti 'Orang Sikep'.Ungkapan ini merupakan sebutan untuk masyarakat penganut ajaran Samin sebagai alternatif Wong Samin.Masyarakat pengikut Samin lebih menyukai disebut sebagai 'Wong Sikep' karena Wong Sikep berarti orang yang baik dan jujur, sebagai alih-alih/pengganti atas sebutan 'Wong Samin' yang mempunyai citra jelek dimata masyarakat Jawa pada abad 18 sebagai kelompok orang yang tidak jujur.
Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran:
• tidak bersekolah,
• tidak memakai peci, tapi memakai "iket", yaitu semacam kain yang diikatkan di kepala mirip orang Jawa dahulu,
• tidak berpoligami,
• tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut,
• tidak berdagang.
• penolakan terhadap kapitalisme.
Konsep Ajaran Masyarakat Samin masuk dalam kategori Budaya Masyarakat Samin : Keseimbangan , Harmonisi , Kesetaraan Keadilan. Adalah prinsip dan falsafah hidup Masy Samin tetap diyakini sampai saat ini Tahun 2006 . Dengan Tradisi Lisan menjaga Budaya dan Tradisi Lisan kepada generasi dan keturunan tingkat ke 4 adalah suatu hal yang perlu mendaatkan penelitian, yang berlanjut kepada pengakuan akan keberadaan Masayarakat Samin yang mempunyai kekhasan dalam bersikap dan bertindak. Masyarakat statis menjaga tradisi untuk kelanggengan keyakinan.
Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:
• Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dlam hidupnya.
• Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jangan suka mengambil milik orang.
• Bersikap sabar dan jangan sombong.
• Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu dibawa abadi selamanya.Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.
• Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan ada unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.
Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai agama, orang Samin juga memiliki "kitab suci". "Kitab suci"' itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin.
Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati) ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi tradisional kesusasteraan Jawa.
Dengan mempedomani kitab itulah, orang Samin hendak membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni."

3. Riwayat hidup Samin
Samin Surosentiko lahir pada 1859 dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau Samin Sepuh. Ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko sebab Samin adalah sebuah nama yang bernafas wong cilik. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan Pangeran Kusumoningayu yang berkuasa di Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada 1802-1826.
Pada 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak yang tertarik dan dalam waktu singkat sudah banyak orang menjadi pengikutnya. Saat itu pemerintah Kolonial Belanda menganggap sepi ajaran tersebut. Cuma dianggap sebagai ajaran kebatinan atau agama baru yang remeh temeh belaka.
Pada 1903 residen Rembang melaporkan terdapat 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 desa di Blora bagian selatan dan Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Pada 1907, pengikut Samin sudah berjumlah sekitar 5000 orang. Pemerintah mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.
Pada 8 November 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian 40 hari sesudah menjadi Ratu Adil itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh asisten Wedana Randublatung, Raden Pranolo. Beserta delapan pengikutnya, Samin lalu dibuang ke luar Jawa (ke kota Padang, Sumatra Barat), dan meninggal di Padang pada 1914.
Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan gerakan Samin. Pada 1908, Wongsorejo, salah satu pengikut Samin, menyebarkan ajarannya di Madiun, mengajak orang-orang desa untuk tidak membayar pajak kepada pemerintah. Wongsorejo dengan sejumlah pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.
Pada 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di Grobogan. Karsiyah menyebarkan ajaran Samin di kawasan Kajen, Pati. Perkembangannya kemudian tidak jelas.
Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, namun gagal.
Puncak penyebaran gerakan Samin terjadi pada 1914. Pemerintah Belanda menaikkan pajak. Disambut oleh para pengikut Samin dengan pembangkangan dan penolakan dengan cara-cara unik. Misalnya, dengan cara menunjukkan uang pada petugas pajak, "Iki duwite sopo?" (bahasa Jawa: Ini uangnya siapa?), dan ketika sang petugas menjawab, "Yo duwitmu" (bahasa Jawa: Ya uang kamu), maka pengikut Samin akan segera memasukkan uang itu ke sakunya sendiri. Singkat kata, orang-orang Samin misalnya di daerah Purwodadi dan di Balerejo, Madiun, sudah tidak lagi menghormati pamong Desa, polisi, dan aparat pemerintah yang lain.
Dalam masa itu, di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga mengejek dan memandang para aparat desa dan polisi sebagai badut-badut belaka.
Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap pemerintah, dengan tidak mau membayar pajak. Karena itu, teror dan penangkapan makin gencar dilakukan pemerintah Belanda terhadap para pengikut Samin.
Pada tahun 1914 ini akhirnya Samin meninggal dalam pengasingannya di Sumatra Barat. Namun teror terus dilanjutkan oleh pemerintah Belanda terhadap pengikut Samin. Akibat teror ini, sekitar tahun 1930-an, perlawanan gerakan Samin terhadap pemerintah kolonial menguap dan terhenti.

4. Tata Cara Hidup dan Adat Istiadat Suku Samin
a. Sikap Orang Samin
Walaupun masa penjajahan Belanda dan Jepang telah berakhir, orang Samin tetap menilai pemerintah Indonesia saat itu tidak jujur. oleh karenanya, ketika menikah, mereka tidak mencatatkan dirinya baik di Kantor Urusan Agama/(KUA) atau di catatan sipil. Secara umum, perilaku orang Samin/ 'Sikep' sangat jujur dan polos tetapi kritis.
b. Bahasa Orang Samin
Mereka tidak mengenal tingkatan bahasa Jawa, jadi bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa ngoko. Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan.
Bahasa yang digunakan oleh orang Samin yaitu bahasa kawi yang ditambah dengan dialek setempat, yaitu bahasa kawi desa kasar. Orang Samin memiliki kepribadian yang polos dan jujur hal ini dapat dilihat setiap ada tamu yang datang, orang Samin selalu menyuguhkan makanan yang dimilikidan tidak pernah minyimpan makanan yang dimilikinya. Pengatahuan orang Samin terhadap rites perkawinan adalah unik, mereka menganggap bahwa dengan melalui rites perkawinan, mereka dapat belajar ilmu kasunyatan (kajian realistis) yang selalu menekankan pada dalih kemanusiaan, rasa sosial dan kekeluargaan dan tanggung jawab sosial. Orang Samin percaya dalam menuju kemajuan harus dilalui dengan marangkak lambat. Hal ini dapat dilihat dengan perilaku menolak mesin seperti traktor, huller dan lain-lain. Pakaian yang digunakan orang Samin adalah kain dengan dominasi warna hitam dengan bahan yang terbuat dari kain kasar.
c. Pakaian Orang Samin
Pakaian orang Samin biasanya terdiri baju lengan panjang tidak memakai krah, berwarna hitam. Laki-laki memakai ikat kepala. Untuk pakaian wanita bentuknya kebaya lengan panjang, berkain sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata kaki.
d. Sistem kekerabatan
Dalam hal kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah Kakek atau Nenek.
Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin memiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat tinggalnya jauh.
e. Adat Pernikahan bagi orang Samin
Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja (U)Tama” (anak yang mulia).
Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”
Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin.
Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin.
f. Sikap terhadap lingkungan
Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.
g. Pemukiman
Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang tamu yng cukup luas, kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar di samping rumah.
Suku Samin tersebar pertamakali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Pada 1890 pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Gerakan ini lantas dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan. Atau di sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut peta sekarang.
Dua tempat penting dalam pergerakan Samin adalah Desa Klopodhuwur di Blora dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak pengikut Samin. Mengutip karya Harry J. Benda dan Lance Castles (1960), orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indiƫ (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah Tradisi Lisan Pergerakan Samin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah, (1999), jumlahnya 2.305 keluarga sampai tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan.
h. Upacara dan tradisi
Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.
i. Keadaan Masyarakat Samin saat ini
Perubahan zaman juga berpengaruh terhadap tradisi masyarakat Samin. Mereka saat ini sudah menggunakan traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, serta menggunakan peralat rumah tangga dari plastik, aluminium dan lain-lain.


BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Ajaran Samin (Saminisme) yang disebarkan oleh Samin Surosentiko (1859-1914), adalah sebuah konsep penolakan terhadap budaya kolonial Belanda dan penolakan terhadap kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda abad ke-19 di Indonesia. Setiap pemuka masyarakat Samin selalu berbegangan sejenis primbon (kepek) yang mengatur kehidupan luas, kebijaksanaan, petunjuk dasar ketuhanan, tata pergaulan muda-mudi, remaja, dewasa dan antarwarga Samin . Suku Samin juga mengalami perkembangan dalam hal kepercayaan dan tata cara hidup. Suku Samin tersebar pertamakali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Daerah persebaran ajaran Samin diantaranya di Tapelan (bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunngsegara (Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan).

B. SARAN
Kami menyadari makalah yang kami susun ini jauh dari sempurna, maka dari itu pembaca disarankan untuk mencari atau memakai referensi lain untuk menambah pengetahuan khususnya mengenai Suku Samin.



DAFTAR PUSTAKA


• Dra. Titi Mumfangati, dkk.2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin kabupaten Blora Jawa Tengah.Yogyakarta:Jarahnitra.
• http://id.wikipedia.org/wiki/Ajaran_Samin.

CONTOH LAPORAN OBSERVASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (2005:65-66).
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning ) dan pembelajaran ( intruction ). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik. Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. Pada mata pelajaran sains diperlukan kurikulum yang sesuai dengan bidangnya. Untuk itu dalam pembelajaran dan cara pengajaran materi sains tidak dapat dianggap sama dengan mata pelajaran lain yang tidak sejenis, karenanya dilakukan observasi pembelajaran fisika di sekolah yang penting bagi calon pendidik untuk mengajarkan fisika. Dalam laporan observasi ke sekolah ini akan dibahas mengenai pembelajaran dan pengajaran fisika di SMA Negeri 5 Semarang.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa sajakah kendala yang dialami guru di sekolah dalam pembelajaran fisika
2. Apa kesulitan siswa dalam mempelajari fisika
3. Apa saja faktor yang menghambat siswa dalam menerima materi fisika
4. Bagaimana metode yang digunakan guru dalam memecahkan masalah belajar yang ada

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penyusunan laporan observasi ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kendala yang dialami guru di sekolah dalam pembelajaran fisika.
2. Mengetahui kesulitan siswa dalam belajar fisika.
3. Mengetahui faktor yang menghambat siswa SMA Negeri 5 Semarang dalam menerima materi fisika.
4. Mengetahui metode yang digunakan guru di SMA Negeri 5 Semarang dalam memecahkan masalah belajar yang ada.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan observasi ini adalah :
a. Studi Pustaka
Memperoleh informasi dari buku dan internet seperti yang telah dituliskan pada daftar pustaka.
b. Pengamatan Langsung
Observasi ini dilakukan oleh penulis ketika masih bersekolah di sekolah tersebut sebagai siswa dari Bapak A. M. Widiyatmoko pada kelas XII, tepatnya di kelas XII IPA 3.
c. Wawancara
Wawancara penulis lakukan di SMAN 5 Semarang pada Sabtu, 21 Mei 2011 pukul 9.00 WIB bersama Bapak A. M. Widiyatmoko.
E. Sistematika Penulisan
Agar data tersusun secara sistematis maka laporan ini disusun dengan susunan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penelitian
E. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Identitas Narasumber
B. Identitas Sekolah
C. Landasan Teori
D. Hasil Penelitian
E. Analisis
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran




BAB II
PEMBAHASAN

A. Identitas Narasumber

Nama : A. M. Widiyatmoko
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 19 November 1959
Pendidikan terakhir : IKIP Negeri Surabaya, Teknik Listrik (1978) ; IKIP PGRI Surabaya, Pendidikan Fisika (1978)
Pengalaman kerja :
• SMP Among Siswa Surabaya (1980-1993)
• SMP St. Yosef Surabaya (1982-1987)
• SMP Joyoboyo Surabaya (1981-1986)
• SMA Negeri 16 Surabaya (1984)
• ST Negeri 1 Nganjuk (1986-1992)
• SMA Negeri 15 Surabaya (1984-1986/1992-1996)
• SMA Negeri 5 Semarang (1996 - sekarang)

B. Identitas Tempat Observasi
Nama Sekolah : SMA Negeri 5 Semarang
Alamat Sekolah : Jalan Pemuda no. 143, Semarang Barat
Telepon : (024) 3543998, 3544295
Visi :
“ Terwujudnya peserta didik yang beriman dan bertaqwa, berprestasi dan menguasai IPTEK.”
Misi :
Dengan selalu mendasarkan pada upaya peningkatan dedikasi dan loyalitas, maka misi SMA Negeri 5 Semarang adalah sebagai berikut :
1. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
2. Mengamalkan ajaran agama yang dianut dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
3. Meningkatkan sikap dan perilaku berakhlak mulia pada peserta didik.
4. Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah.
5. Membangun potensi dan mengembangkan budaya belajar, gemar membaca, dan menulis.
6. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal.
7. Menumbuhkan sikap ulet dan gigih dalam berkompetisi meraih prestasi belajar.
8. Meraih prestasi di bidang Olahraga.
9. Meraih prestasi di bidang seni dan budaya.
10. Meraih prestasi di bidang IPTEK.

C. Landasan Teori
Pembelajaran merupakan proses pemberian informasi dan membuat program pembelajaran di tingkat kelas. Pembelajaran membantu anak membuat programnya sendiri dalam belajar dengan kesadaran. Sehingga proses pembelajaran inilah yang menyebabkan terjadinya proses belajar.
1. Metode pembelajaran
a. Metode debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
b. Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
c. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
d. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
e. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
f. Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
g. Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
2. Metode pengajaran
a. Metode Ceramah (Preaching Method)
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
b. Metode demontrasi ( Demonstration method )
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Muhibbin Syah (2000). Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Syaiful Bahri Djamarah, (2000).
c. Metode Diskusi dan debat (Discussion and Debating Methods)
Muhibbin Syah (2000), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ).
Di dalam metoda diskusi, para siswa diberi satu atau beberapa topik-topik untuk dibahas atau diperdebatkan. Pertanyaan-pertanyaan dilontarkan ke siswa. Pertanyaan-pertanyaan itu dibahas dan akan menjadi baik dan buruk untuk mereka. Setuju, tidak setuju, perselisihan paham atau pendapat tertentu tidak penting. Mereka harus mengambil pertanyaan-pertanyaan itu sebagai tantangan-tantangan atau demi pengetahuan mereka.
Supaya metode ini berhasil, para guru harus mempersiapkan rencana pelajaran dengan seksama. Ia harus memastikan akan jalannya diskusi akan lancar dan tidak kehilangan topik. Metode diskusi bervariasi dari guru sebagai pusat ke siswa sebagai pusat, permainan peran, wawancara-wawancara, pengungkapan pendapat, tinjauan ulang, debat-debat, sampai konferensi-konferensi adalah contoh-contoh dari metode diskusi.
Tujuan diskusi adalah untuk memperoleh atau untuk mendapatkan informasi. Diskusi memerlukan keterlibatan kreatif dan aktif dari para siswa. Mereka harus mendengar sampai habis (secara keseluruhan) segala sesuatu yang sedang dikatakan (berlangsung). Diskusi melibatkan kelompok kecil para siswa dan memerlukan pertimbangan waktu.
d. Metode Pengungkapan pendapat (Brainstorming Method)
Pendekatan pengungkapan pendapat membiarkan pemikiran kreatif untuk ide-ide yang baru. Para siswa didorong untuk mengambil bagian secara penuh karena semua ide secara merata dicatat/direkam. Metode ini menggambarkan pengetahuan dan pengalaman kelompok. Di dalam metode pengungkapan pendapat, roh kebersamaan diciptakan. Biasanya satu ide yang diusulkan oleh perorangan dapat mencetuskan ide-ide lain. Sebenarnya, sasaran keseluruhan dari metoda ini datang bersama ide-ide yang baru atau kombinasi dari ide-ide yang baru.
Untuk memulai sesi pengungkapan pendapat, para guru harus memunculkan atau memilih satu isue untuk dibahas, prosedur-prosedur untuk diikuti. Namun, mereka harus siap adanya campur tangan ketika proses berlangsung dengan tanpa perasaan menjatuhkan pendapat mereka.
e. Metode Pembelajaran Kebersamaan / Kerja Kelompok (Collaborative / Cooperative Learning)
Metode Pembelajaran kolaboratif adalah suatu metode tentang KBM dimana para siswa dikelompokkan bersama-sama untuk menjelajah suatu pertanyaan yang penting atau menciptakan suatu proyek yang penuh arti. Pelajaran kebersamaan adalah semacam pelajaran kolaboratif yang spesifik. Di dalam pelajaran kebersamaan, para guru harus memutuskan ketrampilan-ketrampilan atau pengetahuan apa untuk dipelajari oleh para siswa, dan para guru harus mengatakan kepada para siswanya bagaimana caranya bekerja sama di dalam kelompok-kelompok kecil di suatu aktivitas yang tersusun. Pada waktu yang sama, para guru memutuskan keterampilan-keterampilan atau pengetahuan untuk diajarkan dan mereka harus membuat dasar yang perlu untuk mempersiapkan para siswa untuk belajar bagaimana caranya bekerja dalam kelompok-kelompok. Para siswa yang berada dalam kelompok, bertanggung jawab atas pekerjaan mereka dan pekerjaan dari keseluruhan kelompok secara menyeluruh. kelompok kerjasama bekerja “face to face” dan belajar untuk bekerja sebagai suatu regu.
f. Metode Eksperimen (Experimental Method)
Sebuah eksperimen adalah suatu metode yang biasanya digunakan di suatu pelajaran sain. Di dalam eksperimen, pengujian hipotesis melalui penyelidikan-penyelidikan mereka sendiri untuk menemukan konsep-konsep sain spesifik dan prinsip-prinsip. Melaksanakan satu eksperimen menyangkut pemikiran, keterampilan-keterampilan teknis, keterampilan ilmiah dan keterampilan untuk ”memanipulasi”. Proses-proses ilmiah memerlukan sistematis, objektif, kreatif, kritis, analitis dan pemikiran rasional. Para ilmuwan meneliti gejala tertentu dan berusaha untuk mendapatkan hasil-hasil yang diperlukan.
Keberhasilan eksperimen-eksperimen ini semata-mata berada di tangan guru, di dalam perencanaan dan memanage aktivitas laboratorium. Tujuan-tujuan aktivitas bersifat percobaan ini untuk memperkuat pelajaran konsep-konsep yang sebelumnya telah di pelajari di dalam kelas. Sebaliknya, Keterampilan-keterampilan manipulatif, adalah keterampilan-keterampilan yang diperoleh ketika menggunakan objek ilmiah, seperti pelajaran bagaimana caranya menggunakan berbagai objek dan teknik-teknik mereka di dalam laboratorium, menempatkan objek dalam suatu wujud yang benar sebaik mungkin diperhatikan demi keselamatan siswa itu.
g. Metode Permainan (Game Method)
Tujuan utama Metode Permainan adalah untuk menciptakan kesenangan dan ketertarikan akan proses pelajaran. Permainan-permainan tertentu membantu di dalam hal-hal pelajaran tertentu, dengan demikian, mereka mendapat pengalaman-pengalaman manis/menyenangkan. Permainan-permainan menghasilkan kompetisi dan juga tantangan-tantangan. Metode ini mengurangi sifat kelas yang monoton dan membosankan. Permainan-permainan juga menciptakan kesenangan, peningkatan-peningkatan daya tarik kelas secara penuh dan membantu menyenangi minat pada pelajaran. Beberapa permainan, seperti catur, menanamkan kesabaran dan toleransi.
3. Teori pembelajaran
a. Teori belajar humanistik
Tujuan utama dari humanisme dapat dijabarkan sebagai perkembangan dari aktualisasi diri manusia automomous. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang fasilitator.
Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam kaitannya maka setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri.
b. Teori belajar behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
c. Teori pembelajaran sosial
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan.
d. Teori belajar kognitif
Ausubel : teori belajar bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.
4. Strategi pembelajaran
a. Pembelajaran dengan strategi ekspositori
Peilaku pembelajaran ini juga disebut dengan model ekspositori. Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang terpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang bahan pengajaran. Tujuan utama pengajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa.
b. Pembelajaran dengan strategi inkuiri
Model inkuiri merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai. Dalam model inkuiri siswa dirancang untuk terlibat dalam melakukan pengajaran. Model pengajaran inkuiri merupakan pengajaran yang terpusat pada siswa. Dalam pengajaran ini siswa menjadi aktif belajar. Tujuan utama model inkuiri adalah mengembangkan keterampilan intelektual, berpikir kritis, dan mampu memecahkan masalah secara ilmiah.

D. Hasil Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan melalui observasi ketika penulis bersekolah di sekolah tersebut dan melalui wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah dirangkum beserta jawabannya pada pembahasan di bawah ini :
1. Pembelajaran fisika di SMAN 5 Semarang
Pembelajaran fisika mengembangkan tiga aspek pada siswa, yaitu aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ketiga aspek tersebut harus tercakup dalam setiap pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa. Aplikasi dari pengembangan aspek kognitif adalah dengan memberikan latihan soal-soal, memberikan hal-hal yang bersifat pengetahuan, hafalan, kerja otak, dan sebagainya. Pengembangan aspek psikomotorik dapat dengan melakukan praktikum bersama dengan siswa agar siswa mampu melakukan kegiatan yang menunjang psikomotorik mereka. Fisika tidak lepas dari bidang sains yang menggunakan cara berfikir ilmiah, bersikap dan melakukan kegiatan-kegiatan sesuai kaidah ilmiah, sehingga hal-hal tersebut wajib diajarkan untuk menunjang kemampuan afektif siswa.
Menurut pengamatan langsung proses pembelajaran yang dilakukan secara langsung oleh penulis (dikarenakan penulis merupakan alumni sekolah tersebut dan mantan siswi guru tersebut pada kelas XII), pada awal pembelajaran atau pemberian materi, guru tersebut memberikan teori dan pengertian fisis tentang materi yang akan dipelajari. Guru menunjukkan bukti bahwa materi tersebut ada di sekitar kita dan kemudian bersama-sama siswa mengenalisis materi tersebut hingga dapat diturunkan dalam rumus fisika. Guru membiasakan siswa untuk mencatat setiap materi yang diberikan agar siswa dapat mempelajari materi-materi pada setiap pertemuan dengan lebih mendalam saat siswa berada di luar sekolah. Guru juga memberikan trik-trik atau cara mudah untuk memahami setiap materi dan pemahamanan rumus agar dapat memudahkan siswa. Kemudian setelah menyelesaikan satu materi atau bab, guru memberikan latihan kepada siswa yang harus dikerjakan saat di kelas dan guru mengawasi setiap siswa. Terkadang guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil (2 sampai 4 anggota) untuk mengerjakan latihan tersebut. Latihan yang biasanya diberikan adalah lembar kerja soal atau hanya mendiskusikan masalah yang ada di sekitar kita. Namun apabila siswa memiliki masalah atau persoalan yang tidak dapat diselesaikan, dapat ditanyakan pula terhadap guru setiap saat. Ketika mengerjakan latihan, siswa diberikan kebebasan untuk bertanya kepada guru mengenai soal-soal yang dianggap sulit dan materi yang kurang dipahami. Dan kemudian guru menjelaskan di depan kelas kepada seluruh siswa agar seluruh siswa dapat memahami materi yang sama secara serentak. Setelah memberikan latihan tersebut kepada siswa, biasanya pada pertemuan selanjutnya diberikan ulangan harian untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa dan bagi siswa yang hasil ulangannya tidak memenuhi standar rata-rata, dilakukan remedial dengan sebelumnya membahas soal-soal ulangan sebelumnya. Soal dari remedial tersebut tidak sama dengan soal pada ulangan sebelumnya, namun analogi tiap soalnya masih sama.
2. Kendala dalam pembelajaran fisika
Beberapa kendala yang sering dihadapi dalam pembelajaran fisika di kelas adalah kendala yang terdapat dari dalam diri siswa.
a. Sering anak menganggap bahwa fisika adalah pelajaran yang sulit, dengan pemikiran tersebut siswa telah memiliki hambatan dalam menerima materi. Yang terlihat dalam fisika bagi siswa adalah banyaknya rumus yang diajarkan. Tugas guru adalah memberikan pengertian fisis kepada siswa dan menunjukkan bahwa fisika tidak hanya berupa rumus, namun dapat dipelajari secara logis dan aplikasinya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Modal pengetahuan siswa di kelas sebelumnya pada tingkat-tingkat tertentu kurang. Seperti misalnya ketika anak menginjak kelas XI, modal pengetahuannya dari kelas X kurang, dan hal ini yang menghambat siswa untuk memahami materi selanjutnya. Jika hal seperti ini terus berlanjut dan tidak ditanggulangi, hal ini akan semakin menyulitkan siswa dalam belajar dan membuat siswa sulit menangkap materi yang diajarkan.
3. Kesulitan Siswa Belajar Fisika
a. Terlalu banyak rumus yang harus dipelajari oleh siswa.
b. Terlalu banyak teori yang harus dihafalkan.
c. Kurangnya motivasi siswa untuk belajar.
d. Siswa biasanya kurang mengerti konsep fisika dan pentingnya belajar fisika.
4. Cara Mengatasi Kendala Belajar Fisika
a. Untuk mengatasi masalah modal pengetahuan siswa yang kurang pada tingkat sebelumnya juga tidak mudah. Hal ini dikarenakan keterbatasan jam mengajar guru yang membuat guru nyaris tidak mungkin mengulang setiap materi tersebut di kelas. Cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan memberikan materi yang merupakan porsi pelajaran yang dibutuhkan siswa pada tingkat tersebut dan harus diselesaikan. Kemudian di setiap babnya dapat disinggung secara perlahan materi sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang sedang diajarkan sehingga siswa dapat menghubungkan materi lama yang telah didapat dengan materi baru yang diberikan dan siswa dapat menambah modal pengetahuannya.
b. Di dalam kelas setiap siswa memiliki karakteristiknya masing-masing. Ada anak yang kurang dan cenderung lambat menerima materi dan anak yang unggul. Untuk mengatasinya guru harus menggunakan ukuran rata-rata dalam memahami siswa. Guru tidak boleh berpihak pada siswa yang unggul dan memperlambat atau memberikan porsi materi yang sama seperti siswa yang kurang. Sedangkan anak yang lambat harus dipacu agar mereka meningkatkan kemampuan dengan ukuran yang rata-rata dan sesuai standar. Pada suatu ketika siswa yang unggul dapat diberi kesempatan sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki.
c. Karena fisika sering dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan terkadang menjadi momok bagi siswa. Guru harus mengetahui trik-trik untuk membuat siswa mampu memahami materi dan merubah pandangan siswa yang menganggap fisika sulit. Yang pertama guru harus mampu menampilkan sosok yang tidak menakutkan bagi siswa, guru harus dapat tampil dengan wibawanya dan menunjukkan bahwa fisika bukanlah materi yang sulit untuk dipahami oleh siswa. Guru juga harus peduli terhadap kebutuhan tiap siswanya dan memahami karakteristik masing-masing siswa. Kemudian yang kedua adalah pentingnya menanamkan pada siswa bahwa fisika bukan pelajaran yang bisa dipelajari secara dadakan atau tiba-tiba. Fisika tidak bisa hanya dengan menghafal dengan singkat dan tiba-tiba, hal ini membutuhkan proses. Oleh karena itu guru harus membelajarkan siswa dengan berlatih karena dengan berlatih maka fisika dapat tertanam pada diri siswa tanpa siswa harus merasa takut.
5. Metode Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Fisika
Dalam pembelajaran fisika guru tidak boleh terpaku dengan sebuah metode. Karena setiap kelas memiliki karakteristik siswa yang berbeda dan setiap materipun juga memiliki perbedaan. Sehingga seorang guru harus pandai, terampil dan jeli untuk menggunakan metode yang tepat. Pada umumnya di sekolah yang penulis amati, setiap kelas memiliki kemampuan yang hampir sama, jadi metode yang pertama digunakan oleh narasumber adalah metode yang sama untuk setiap kelasnya. Melalui metode yang sama itu dapat terlihat perbedaan pemahaman siswa sehingga guru dapat menentukan langkah selanjutnya yang harus diambil untuk membelajarkan siswa.

E. Analisis
Dari hasil observasi yang telah dilakukan, penulis dapat menganalisis pembelajaran yang dilakukan di SMAN 5 Semarang oleh Bapak A. M. Widyatmoko, yaitu :
1. Metode pembelajaran yang dilakukan adalah dengan :
a. Metode pemecahan masalah (problem solving). Metode ini digunakan pada beberapa materi yang konsepnya berhubungan dengan keadaan yang ada di sekitar kita. Penggunaan metode ini biasanya digunakan pada awal pembelajaran untuk membuat siswa mengerti dengan konsep materi yang akan diajarkan. Metode ini digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu :
• Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
• Berpikir dan bertindak kreatif.
• Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
• Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
• Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
• Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
• Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
b. Metode pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning). Di akhir pemberian materi, metode ini diberikan kepada siswa yang terwujud dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang ahrus dijawab siswa secara lisan dan dengan meminta siswa mengerjakan lembar kerja secara individu ataupun berkelompok (sesuai pilihan siswa). Manfaat dari diberikannya metode ini adalah :
• Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik.
• Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
• Siswa dapat memperoleh dan mengolah materi dari berbagai sumber.
Metode-metode yang diberikan mungkin cenderung kurang variatif dan terkesan monoton untuk diberikan kepada siswa. Namun dari hasil evaluasi pada tiap siswa, metode ini dapat dinilai berhasil untuk diterapkan kepada siswa di SMAN 5 Semarang. Terlihat dari hasil ulangan siswa yang kebanyakan melebihi standar rata-rata yang ditetapkan sekolah.
Kekurangan dari metode-metode yang diterapkan adalah bagi murid yang cenderung malas, pembelajaran akan terasa membosankan dan kurang mampu memotivasi mereka. Jika ditemui kasus seperti ini, antisipasi yang dilakukan oleh guru tersebut adalah dengan memberikan motivasi kepada siswa-siswa yang kurang tersebut dengan meminta mereka mengerjakan soal di depan kelas dan memperhatikan secara langsung ketika anak tersebut bersama seluruh siswa mengerjakan lembar kerja, dan memberi kesempatan kepada anak tersebut untuk bertanya ketika ada persoalan yang tidak dimengerti untuk kemudian dibahas di depan kelas bersama seluruh siswa.
2. Metode pengajaran yang digunakan oleh Pak Wid adalah:
a. Pada awal penyampaian materi digunakan metode ceramah. Hal ini ditujukan untuk menyeragamkan pemahaman siswa pada sebuah materi dan dapat melihat perbedaan kemampuan dan strategi pembelajaran yang tepat bagi tiap siswa.
b. Setelah materi selesai diberikan, metode yang digunakan adalah metode diskusi, debat, dan pengungkapan pendapat. Dengan penggunaan metode ini, siswa dituntut untuk berfikir kreatif dan lebih aktif. Hal ini ditunjukkan dengan memberikan kesempatan siswa untuk aktif bertanya dan memberikan pertanyaan pancingan kepada siswa agar siswa dapat berfikir dengan kreatif. Dengan penggunaan metode ini, siswa dilibatkan secara langsung dan pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaan melalui pengalaman berfikir. Siswa juga dapat mengungkapkan pendapatnya dengan bebas dan menyadarkan siswa bahwa menyelesaikan setiap masalah dapat dengan banyak jalan.
c. Pada beberapa materi, digunakan pula metode eksperimen. Metode ini digunakan untuk materi-materi yang memerlukan praktikum untuk membuktikan teori dan menunjukkan konsep fisika kepada siswa.
3. Teori pembelajaran yang diterapkan Pak Wid untuk seluruh siswanya adalah melalui beberapa pendekatan, yaitu : Teori belajar kognitif, menurut penganut teori ini belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan pancingan dari guru. Guru banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Teori ini lebih memperhatikan proses dibanding hasil, karena jika proses berhasil maka hasil yang lebih baik akan mungkin dicapai.
4. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah dengan pengajaran model inkuiri. Pengajaran model ini terpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa. Melalui pembelajaran Bapak A. M. Widyatmoko terlihat siswa lebih dominan dalam pembelajan. Siswa aktif bertanya dan mengerjakan soal, sedangkan guru hanya memfasilitasi dengan memberikan soal dan menjawab pertanyaan siswa. Namun pada awal pemberian materi strategi pengajaran model ekspositori lebih dominan. Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan pemahaman siswa dan agar siswa memahami konsep awal materi.
Menurut penulis, pembelajaran fisika yang dilakukan oleh Bapak A. M. Widyatmoko sudah efektif menyesuaikan kebutuhan siswa di SMAN 5 Semarang. Metode pembelajaran dan pengajaran sudah cukup baik karena dapat membuat siswa lebih aktif dan terampil. Namun terkadang pembelajaran yang diterapkan menyulitkan siswa karena terlalu terfokus terhadap siswa. Antisipasi yang dilakukan jika siswa mengalami kesulitan, oleh Bapak Widyatmoko adalah dengan menjelaskan materi secara ekspositori.




BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tersebut adalah dengan metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) dan Metode Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning). Antisipasi dari kelemahan metode yang digunakan adalah dengan memberikan motivasi kepada siswa dan dengan memberikan perhatian khusus terhadap siswa-siswa yang kurang.
2. Metode pengajaran yang digunakan adalah metode ceramah pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi, debat, dan pengungkapan pendapat. Pada beberapa materi digunakan pula metode eksperimen.
3. Teori pembelajaran yang dianut dalam proses pembelajaran adalah teori pembelajaran kognitif yang dicetuskan oleh piaget.
4. Model pengajaran yang diterapkan adalah model inkuiri, yaitu model pengajaran yang terpusat kepada siswa. Namun diselingi juga dengan model ekspositori agar siswa yang kurang dapat mengikuti.

B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan terhadap narasumber guna mebantu kinerja bagi narasumber adalah :
1. Sebagai guru yang baik sebaiknya guru memiliki rasa cinta dan kepedulian terhadap diri sendiri, profesi mengajar, dan mampu menyeimbangkan kehidupan antara pribadi dan profesi agar mampu mengatasi tantangan dalam memicu perkembangan anak terhadap isi mata pelajaran dan pembelajaran.
2. Sebagai pendidik sebaiknya dapat menjadi panutan bagi siswanya karena jika siswa mengagumi guru, penghormatan akan didapat.
3. Komunikasi dengan siswa sangatlah penting. Penting halnya membuat siswa mendapat peluang untuk merespons secara lisan yang memperkuat pemahaman, komunikasi, dan keterampilan berfikir kritis agar siswa mampu mengungkapkan dan melaksanakan beragam konsep dan keterampilan. Penting juga bagi guru untuk menghargai setiap bahasa anak.
4. Memperkuat potensi siswa dengan pujian dan menghargai siswa. Usahakan selalu melihat sisi positif anak dan membantu anak pada bagian mereka yang kurang.
5. Memberikan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi siswa. Sebagai pendidik harus mampu membangun hubungan yang dapat dipercaya, komunikatif, dan jujur dengan setiap siswa dan menciptakan lingkungan yang mampu meningkatkan kemampuan siswa. Lingkungan yang dimaksudkan meliputi lingkungan fisik dan budaya kelas.
6. Mendisiplinkan siswa menjadi hal yang sangat penting. Jika siswa sudah mampu mendisiplinkan diri, mereka akan memiliki kesadaran untuk mencari ilmu dan tidak melakukan hal yang merugikan bagi dirinya sendiri.









DAFTAR PUSTAKA

• Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
• http://cikguanashazana.blogspot.com/ diakses tanggal 24 Mei 2011 pukul 10.14 WIB
• http://munzaro.blogspot.com/2010/10/metode-pengajaran.html diakses tanggal 20 Juni 2011 pukul 13.23 WIB
• http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/metode-pembelajaran-efektif.html 24 Mei 2011 pukul 10.14 WIB
• http://re-searchengines.com/art05-65.html diakses tanggal 20 Juni 2011 pukul 13.23 WIB
• Turner, Anita Moultrie. 2008. Resep Pengajaran Hebat : 11 Bahan Utama. Jakarta : PT Indeks.